“KOSONG – KOSONG YA!” : Memaafkan dan Melepaskan Luka
“Kosong-kosong ya!”
Ungkapan tersebut sering kita dengar di waktu lebaran, baik ungkapan secara langsung maupun berupa tulisan di sosial media. Seakan dengan mengungkapkan kata-kata tersebut kita sudah terbebas dari kesalahan dan saling memaafkan.
Saya sendiri pun sering menggunakan ungkapan tersebut saat bersilaturahmi dengan teman atau sahabat, sebuah joks untuk menambah keakraban saat bertemu.
“kosong-kosong ya!” memang begitu mudah untuk kita lontarkan kepada orang di luar diri kita. Saat seseorang pernah menyakiti atau membuat kita kecewa, kita bisa dengan cepat menganggapnya hal yang sepele, seolah tak ada bekas yang tertinggal. “Ah, sudahlah.” , “Yo wes lah”.
Tapi, bagaimana dengan orang-orang terdekat kita? Keluarga, pasangan, atau sahabat yang seharusnya menjadi tempat ternyaman, justru sering kali meninggalkan luka yang paling dalam. Kenapa? Karena mereka berada di sisi terdalam hati kita. Setiap kata negatif, sikap acuh, atau pengkhianatan dari mereka tidak hanya menyentuh di permukaan, tapi bisa masuk dan menusuk langsung ke inti perasaan yang paling dalam.
Apakah kita bisa mengutarakan, “Kosong-kosong ya!”?
Apakah kita bisa benar-benar memaafkan dan melepaskan yang sesungguhnya?
Kita mungkin bisa pura-pura tegar saat orang lain menghina kita. Tapi, ketika pasangan mengabaikan perasaan kita, orang tua meremehkan usaha kita, atau sahabat mengkhianati kepercayaan kita—luka tersebut tidak mudah untuk dihapus. Bekasnya bisa bertahun-tahun, bahkan mengubah cara kita memandang sebuah hubungan.
Pertanyaannya : Sudahkah sekarang ini kita benar-benar melepaskan luka-luka tersebut?
Atau jangan-jangan, kita masih menyimpannya dalam diam?
- “Saya memaafkan, tapi setiap ingat, sakitnya masih terasa.”
- “Saya bilang nggak apa-apa, tapi sebenarnya masih ada rasa kecewa.”
- “Saya pura-pura lupa, tapi sebenarnya masih menyimpan dendam.”
Melepaskan Bukan Berarti Melupakan, Tapi Membebaskan
Melepaskan bukan tentang menghapus ingatan atau berpura-pura baik-baik saja. Melepaskan bukan tentang menghapus kesalahan, tetapi tentang membebaskan diri dari rasa sakit, kecewa, kebencian atau kemarahan yang pernah kita rasakan. Melepaskan adalah keputusan untuk tidak lagi membiarkan luka itu mengendalikan kehidupan kita.
Ketika kita berhasil melepaskan dengan tulus, kita akan merasa lebih ringan. Bukan karena kita kehilangan sesuatu, tetapi karena kita tidak lagi menanggung beban yang seharusnya sudah dilepaskan sejak lama. Melepaskan memberikan ruang bagi hal-hal baru yang lebih baik untuk datang.
1. Akui bahwa kamu terluka.
Jangan menyangkal. Kamu hanya perlu menyadari bahwa kondisimu saat ini memang terluka, katakan pada diri sendiri, dan jujurlah bahwa “Aku sakit, dan itu wajar.” .
2. Berani bicara (jika memungkinkan).
Jika hubungan itu masih ingin kamu pertahankan, sampaikan dengan jujur tanpa menyalahkan. Berkomunikasilah dengan baik, “Aku masih sedih karena yang terjadi, tapi aku ingin kita bisa lebih baik.”
3. Maafkan, bukan untuk mereka, tapi untuk dirimu sendiri.
Esensi dari memaafkan bukan membenarkan kesalahan orang lain, tapi membebaskan hatimu dari beban kebencian, kemarahan dan kekecewaan. Dengan cara inilah kehidupanmu akan lebih tenang dan bahagia.
Kosong-Kosong Ya? Mulai Sekarang, Kosongkan juga Luka Lama
Di moment spesial lebaran ini, jika kita bisa begitu mudah mengatakan “kosong-kosong ya” pada orang lain, mengapa masih menyimpan luka dari orang terdekat?
Mulai hari ini, coba kita lepaskan. Bukan karena mereka layak dimaafkan, tapi karena kita layak untuk hidup lebih ringan.
Terima kasih kamu sudah membaca sampai habis, sukses selalu dan see you on the top.
Bagi kamu yang ingin mengikuti konten cerita saya setiap hari, silahkan klik tombol lonceng pojok kiri bawah. Kamu akan mendapatkan notifikasi langsung melalui HPmu. Dan bila, kamu merasa konten saya ini bermanfaat, bisa kamu share ke temenmu lewat sosial media ya. Thanks!