#43 : Kebuntuan Saya dalam Menulis Konten?
Lebih dari tiga minggu terakhir, saya mulai vakum dari kebiasaan menulis konten. Rasanya sulit sekali untuk tetap konsisten, bukan karena tidak ada tema, tetapi karena saya mengalami kebuntuan ide yang tak kunjung terselesaikan.
Meskipun sudah punya gambaran topik, meneruskannya menjadi tulisan yang detail dan jelas terasa seperti tugas yang berat. Otak rasanya kering, burnout, dan sulit sekali mengeluarkan ide baru. Seakan-akan, apa pun yang saya coba tulis terasa kosong dan tidak mengalir.
Saya pun mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi?
Sejenak saya merefleksikan diri, saya menyadari mungkin saja penyebab utama dari kebuntuan ini adalah terlalu memaksakan otak untuk terus bekerja. Belajar bahasa Inggris dan bekerja secara bersamaan memang menyita energi, hingga di satu titik, saya merasa benar-benar blank. Tidak ada satu ide pun yang muncul, bahkan untuk sekadar menulis 300 kata saja terasa sulit.
Padahal sebelumnya, saya bisa konsisten menulis selama dua bulan berturut-turut di blog ini. Setelah merenung lebih dalam, saya akhirnya menemukan akar masalahnya, yaitu saya kurang membaca.
Jujur saja, selama tiga minggu terakhir, otak saya terasa kosong dari pengetahuan dan wawasan baru. Waktu yang seharusnya bisa saya gunakan untuk membaca justru lebih banyak dihabiskan dengan scrolling media sosial. Akibatnya, ketika ingin menulis, ide-ide yang biasanya mengalir justru tersendat. Ibarat ingin panen, tapi benihnya saja tidak pernah ditanam.
Dulu, ketika saya masih rutin membaca buku, artikel, dan berbagai referensi lainnya, saya merasa lebih mudah menemukan inspirasi untuk menulis. Tetapi belakangan ini, dengan kesibukan yang semakin padat, kebiasaan membaca mulai berkurang. Tidak heran jika ide-ide terasa mandek.
Dari kesalahan saya itulah saya belajar bahwa, jika ingin terus menulis, maka saya juga harus terus membaca. Karena menulis tanpa membaca ibarat mencoba menuangkan air dari gelas yang kosong.
Menjadi seorang penulis yang baik harus diimbangi dengan kebiasaan membaca yang konsisten. Membaca dan menulis adalah dua hal yang saling berkaitan. Tidak mungkin menghasilkan tulisan berkualitas hanya dengan mengandalkan ide spontan atau fenomena di sekitar. Saya melihat banyak penulis profesional, dan hampir semuanya adalah pembaca yang tekun.
Setelah menyadari bahwa kesalahan utama saya adalah kurangnya membaca, saya pun mulai membangun kebiasaan itu kembali. Entah melalui buku, artikel, atau sumber lain yang lebih berbobot. Saya sangat menghindari membaca konten di media sosial karena terlalu banyak distraksi. Alih-alih mendapatkan wawasan, justru lebih sering terjebak dalam konten-konten yang tidak produktif.
Menikmati bacaan yang berkualitas membuat otak terasa lebih segar. Dari sana, saya mulai menemukan ide-ide baru dan cara berbeda dalam mengembangkan tulisan. Membaca membuka perspektif baru, sementara menulis adalah cara untuk menuangkan kembali dari pemahaman yang telah didapatkan.
Seiring dengan kembalinya kebiasaan membaca, saya menyadari pola pikir saya dalam menulis mulai berubah. Bukan lagi sekadar mengejar jumlah kata, tetapi lebih fokus pada penyampaian yang jelas dan mudah dicerna. Apa yang sebelumnya terasa sulit, kini mulai terasa lebih ringan.
Saya kira, kemarin permasalahan saya karena kecapean. Ternyata setelah saya analisa lebih dalam, faktor kenapa saya sulit menulis konten ulang karena berkurangnya intensitas membaca saya.
Bagi kamu yang ingin mengikuti konten cerita saya setiap hari, silahkan klik tombol lonceng pojok kiri bawah. Kamu akan mendapatkan notifikasi langsung melalui HPmu. Dan bila, kamu merasa konten saya ini bermanfaat, bisa kamu share ke temenmu lewat sosial media ya. Thanks!
Terima kasih sudah membaca sampai habis. Sukses untuk Anda semua dan see you on the top…