Mendengarkan : Kunci Sederhana untuk Meraih Hati, Cinta, dan Kesuksesan
Apakah kita menjadi seorang pendengar yang baik, atau ingin selalu di dengar?
Akhir-akhir ini, saya mulai melatih skill mendengarkan. Dan jujur, ternyata topik ini jarang banget dibahas. Kebanyakan orang lebih banyak sharing soal bagaimana cara berbicara yang efektif, tapi sedikit sekali yang benar-benar mengulas pentingnya kemampuan untuk mendengarkan.
Padahal, kalau kita pikir-pikir, Tuhan kasih kita dua telinga dan satu mulut itu pasti ada alasannya supaya kita lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Sayangnya, masih banyak orang yang belum sadar betapa pentingnya hal sederhana ini. Kalau dilihat lebih dalam, sebenarnya setiap manusia pada dasarnya lebih suka didengarkan dan diperhatikan, daripada diceramahi atau dihakimi.
Skill mendengarkan dengan penuh perhatian dan kesadaran, sekarang ini saya jadikan sebuah kebiasaan saat meeting atau diskusi bareng tim di Berdikari Media. Saya lebih memilih untuk banyak diam dan mendengarkan, lalu memberikan pertanyaan, untuk membantu tim mengeluarkan ide, saran, bahkan keluhan. Menurut saya, mendengarkan apa yang mereka rasakan dan pikirkan jauh lebih penting daripada sekadar menjelaskan sudut pandang saya sendiri. Dengan begitu, saya bisa lebih mudah mengevaluasi dan mengembangkan perusahaan ke arah yang lebih baik.
Bahkan, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa hampir 60-80% pengembangan perusahaan saya tersebut berasal dari ide dan saran yang datang dari tim. Dari masukan-masukan tersebut, saya bisa menggali banyak hal yang berpotensi meningkatkan nilai perusahaan, baik dari sisi budaya maupun sistem yang ada.
Tidak hanya itu, pengembangan layanan di Berdikari Media, termasuk peningkatan harga, juga sangat dipengaruhi oleh diskusi yang telah disampaikan oleh tim. Otomatis, dengan adanya perubahan tersebut, revenue perusahaan pun ikut meningkat.
Semua ini saya lakukan hanya dengan satu peran sederhana: menjadi pendengar yang baik.
Saya belajar dari Nelson Mandela, sosok pemimpin besar yang menginspirasi dunia. Salah satu kebiasaan beliau yang saya kagumi adalah berbicara paling akhir dalam setiap meeting dan diskusi dengan timnya. Dengan begitu, Mandela bisa mendengarkan semua sudut pandang terlebih dahulu sebelum memberikan arahannya.
“Mendengarkan adalah aktivitas paling penting yang bisa menjadi jembatan untuk meraih cinta dan hati orang lain.”
Tidak hanya di lingkungan perusahaan, skill mendengarkan ini juga terus saya latih dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kali berkomunikasi dengan teman, sahabat, atau kerabat, saya lebih memilih mengajukan banyak pertanyaan daripada sibuk bercerita atau menjelaskan. Menurut saya, dengan cara ini, saya bisa memahami lebih banyak sudut pandang dari lawan bicara, ketimbang sekadar menghabiskan waktu untuk berbicara sendiri.
Menjadi pendengar yang baik membuat saya mendapatkan lebih banyak ilmu dan pelajaran baru. Saat berbicara dengan orang lain, tanpa disadari, kita sebenarnya sedang belajar dari pengalaman dan wawasan mereka.
Mendengarkan adalah cara belajar yang paling mudah, sederhana, tapi manfaatnya sangat besar. Bisa jadi, dari cerita atau ilmu yang kita dengarkan, ada satu hal kecil yang mampu mengubah hidup atau memotivasi kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Lebih dari itu, mendengarkan juga merupakan bentuk sederhana dari menghargai dan menghormati orang lain. Dengan menjadi pendengar yang baik, kita akan lebih dicintai, dihormati, dan membangun hubungan yang lebih dalam dengan banyak orang. Dan ketika kita memiliki relasi yang luas dan kuat, hal itu akan berdampak positif, tidak hanya untuk kehidupan pribadi, tapi juga untuk perjalanan karir kita.
Sekarang, sejenak mari tanya ke diri sendiri :
- Sudahkah kita benar-benar menjadi pendengar yang baik?
- Ataukah kita hanya ingin selalu didengar denga meminta perhatian orang lain?
Mendengarkan, Keterampilan Berbahasa yang Sering Terlupakan
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa manusia menggunakan 40% waktunya untuk mendengarkan orang lain, 35% untuk berbicara, 16% untuk membaca, dan hanya 9% untuk menulis. Data ini menjelaskan banyak, bahwa mendengarkan adalah keterampilan berbahasa yang paling penting dan mendominasi aktivitas komunikasi kita sehari-hari. Sementara berbicara, membaca, dan menulis aktivitas yang sering dianggap “lebih aktif” justru berada di urutan setelahnya.
Mendengarkan bukan sekadar diam ketika orang lain berbicara. Ia adalah pondasi utama yang menopang semua keterampilan berbahasa lainnya. Kemampuan berbicara yang baik lahir dari mendengarkan yang aktif. Membaca dengan pemahaman yang dalam pun berakar dari kepekaan dalam menangkap makna. Bahkan menulis yang terlihat seperti aktivitas soliter sebenarnya adalah hasil akumulasi dari banyak proses mendengarkan sepanjang waktu.
“Kebanyakan orang tidak mendengarkan dengan maksud untuk memahami; mereka mendengarkan dengan maksud untuk menjawab.” – Stephen R. Covey
Namun, sayangnya, di era sekarang ini, dunia terasa semakin bising. Di tengah riuhnya media sosial, meeting daring, dan aliran informasi yang tak pernah berhenti, semua orang berlomba-lomba untuk berbicara. Setiap orang ingin didengar, ingin opininya diketahui, ingin pendapatnya mendapat panggung. Tapi ironisnya, semakin banyak yang berbicara, semakin sedikit yang sungguh-sungguh mendengarkan.
Padahal, mendengarkan dengan penuh kesadaran membawa manfaat yang luar biasa. Ia membangun kedekatan, memperkuat kepercayaan, dan menciptakan ruang bagi pemahaman yang lebih dalam. Dalam dunia kerja, kemampuan mendengarkan yang baik meningkatkan kolaborasi dan mengurangi konflik. Dalam hubungan personal, mendengarkan menjadi jembatan yang menghubungkan hati satu sama lain.
Tak cuman itu saja, dengan mendengarkan kita bisa :
- Mempererat hubungan dengan orang lain. Hubungan yang sehat dan penuh pengertian adalah salah satu sumber kebahagiaan terbesar manusia.
- Belajar lebih banyak. mendengarkan, membuka pintu bagi perspektif baru, pengalaman baru, dan wawasan yang memperkaya hidup kita.
- Melepaskan ego. Mendengarkan, kita dituntut untuk belajar tidak selalu ingin menjadi pusat perhatian, melainkan memberi ruang bagi orang lain. Ini membebaskan hati dari beban ingin selalu “diakui”.
- Melatih kesabaran. Menjadi pendengar yang baik melatih kita untuk sejenak bersabar, tidak tergesa-gesa dalam membalas, memotong atau menghakimi. Kita memberi ruang bagi orang lain untuk mengekspresikan dirinya sepenuhnya.
- Mengurangi kesalahpahaman. Banyak konflik terjadi karena orang lebih banyak berbicara daripada mendengarkan. Dengan mendengar lebih dalam, kita memahami situasi secara utuh.
- Menghadirkan keheningan di dalam diri. Mendengarkan yang sejati membawa kita keluar dari hiruk-pikuk pikiran sendiri, masuk ke dalam momen saat ini — tempat di mana ketenangan sejati berada.
Mendengarkan bukan hanya soal menangkap kata-kata, tetapi memahami maksud, perasaan, dan kebutuhan di balik kata-kata itu. Ini adalah keterampilan yang menuntut ketenangan, empati, dan kesabaran kualitas-kualitas yang semakin berharga di dunia yang serba cepat ini.
Baca juga : 3 Level Menyimak, Sebagai Pendengar yang Baik!
Mungkin, saat ini bukan suara kita yang paling dibutuhkan dunia. Mungkin, dunia sedang sangat membutuhkan lebih banyak telinga yang mau benar-benar hadir, mendengar, dan memahami.
4 Tips Praktis Menjadi Pendengar yang Baik
Gimana sih menjadi seorang pendengar yang baik?
Izinkan saya berbagi pengalaman ya. memang di dunia yang sibuk dan serba cepat ini, menjadi pendengar yang baik adalah keahlian langka sekaligus sangat berharga. Kalau kamu ingin mempererat hubungan, memahami orang lain lebih dalam, atau sekadar menjadi pribadi yang lebih tenang, mulai dari keterampilan sederhana ini.
Berikut 4 tips praktis yang bisa langsung kamu terapkan:
1. Fokus Penuh, Jangan Sambil Main HP
Saat mendengarkan, hadirkan seluruh perhatianmu. Baik pikiran dan hati untuk bersedia mendengarkan lawan bicaramu. Letakkan HP, matikan notifikasi, dan tatap lawan bicaramu. Dengan begitu, kamu menunjukkan bahwa apa yang mereka katakan benar-benar penting untukmu.
2. Tahan Diri untuk Tidak Langsung Memberi Saran
Sering kali, saat seseorang bercerita, kita ingin langsung “memperbaiki” masalah mereka. Padahal, kadang yang mereka butuhkan bukan solusi, tapi sekadar didengarkan. Jadi, tahan keinginan untuk langsung menyela atau memberi nasihat.
3. Ulangi dengan Kata-katamu Sendiri
Setelah mendengarkan, coba ulangi inti pembicaraan dengan bahasamu sendiri.
Misalnya, “Jadi, yang kamu rasakan adalah…” atau “Kalau aku dengar tadi, kamu merasa…” Ini membantu memastikan kamu benar-benar memahami, dan membuat lawan bicara merasa dihargai.
4. Gunakan Bahasa Tubuh yang Menunjukkan Ketertarikan
Bahasa tubuh itu berbicara lebih keras daripada kata-kata. Berikan anggukan kecil, jaga kontak mata, dan hadapkan tubuhmu ke arah lawan bicara. Isyarat sederhana ini membuat mereka merasa diterima dan dihormati.
Mari belajar menjadi seorang pendengar yang baik!
Mulai hari ini, coba beri hadiah sederhana tapi berharga kepada orang-orang di sekitar kita: hadiah berupa perhatian dan kesadaran penuh.
Ketika berbicara dengan rekan kerja, pasangan, teman, atau bahkan orang yang baru kita temui, coba lakukan satu hal kecil : diam sejenak, dengarkan dengan penuh kesadaran, dan tanyakan satu pertanyaan untuk memperdalam pemahamanmu.
Bukan untuk menghakimi. Bukan untuk membalas. Tapi untuk sungguh-sungguh memahami.
Iya, untuk memahami mereka.
Karena bisa jadi, lewat satu momen mendengarkan itu, kita bukan hanya mempererat hubungan, tetapi juga menemukan pelajaran baru yang mungkin mengubah hidup kita.
Terima kasih untuk kamu yang sudah mau mendengarkan cerita saya kali ini, semoga bermanfaat. Sukses untuk Anda semua dan see you on the top…