Tersesat di Pertigaan Jalan
Mengunjungi tempat baru dengan suguhan alam yang memukau adalah salah satu hobi terbesar saya. Kecintaan ini bukan hanya tentang destinasi, melainkan juga tentang perjalanan dan narasi yang tercipta di sepanjang jalan. Setiap eksplorasi ke tempat baru selalu menyisakan kesan mendalam, pembelajaran, dan pengalaman hidup yang berharga. Inilah alasan utama mengapa saya selalu antusias untuk melakukan traveling, touring, atau berkemah di alam bebas.
Minggu lalu, saya memutuskan untuk menjelajahi destinasi wisata baru: Mloko Jajar, sebuah kedai kopi yang bertengger di lereng Gunung Wilis. Kedai ini menawarkan janji pemandangan matahari terbenam yang spektakuler di balik siluet gunung.
Selain pemandangan senja, siluet sunset yang indah, ketika malam tiba, pemanandangan akan beralih pada lautan cahaya lampu perkotaan yang berkilauan di bawahnya. Bagi kamu yang penasaran bisa cek langsung di google maps, saya sematkan di bawah ini ya.
Saya berangkat pukul 15.30 WIB. Perjalanan dari rumah saya terbilang singkat, hanya sekitar satu jam. Meskipun jaraknya dekat, medan menuju ke sana jauh dari kata mudah. Jalanan didominasi oleh tanah berlubang dan tanjakan curam yang menguras tenaga motor. Ada satu momen kritis di mana saya hampir terjatuh karena tak terhindarkan dari lubang jalan yang sangat dalam.

Setelah melalui rintangan dan dihibur oleh keindahan pemandangan di sepanjang jalan, akhirnya saya tiba di Mloko Jajar Coffee Shop. Saya memesan Secangkir Kopi Latte dan cemilan Tahu Goreng. Latte yang saya sruput terasa cukup nikmat, berpadu sempurna dengan pemandangan hamparan hijau yang masih asri. Sungguh perpaduan yang luar biasa.

Suasana sejuk khas pegunungan, ditemani musik alami dari kicauan burung, menciptakan harmoni yang menenangkan. Ini adalah “obat” paling mujarab untuk meredakan kepenatan akibat rutinitas dan padatnya aktivitas kerja.

Tempatnya sendiri sangat nyaman dan memiliki banyak pilihan tempat duduk. Namun, kedai kopi ini memang tidak ramai pengunjung. Akses jalan yang sulit dan perjalanan yang menantang membuat banyak orang berpikir dua kali untuk datang ke sini. Saat itu, total pengunjung di kedai kopi ini hanya tiga orang, termasuk saya.
Saya pun menghabiskan waktu sekitar tiga jam yang berharga di Mloko Jajar. Di ketinggian itu, saya bukan sekadar menikmati kopi, melainkan juga menulis journal pribadi.
Saya mencurahkan perhatian pada setiap detail momen: menulis, meresapi pemandangan alam, dan menyadari hembusan napas yang keluar masuk dari hidung—sebuah bentuk meditasi sederhana.
Bagi saya, momen ini sudah menjadi kemewahan dan kenikmatan yang hakiki. Saya mencatat dan mendokumentasikan setiap perasaan dan detail saat menikmati kopi di Mloko Jajar ini. Catatan ini akan menjadi aset abadi yang dapat saya buka kapan saja, membangkitkan kembali memori kenikmatan saat berada di puncak pegunungan.

Akhirnya, Saya memutuskan untuk segera pulang setelah kumandang azan Isya. Sejujurnya, saya masih ingin berlama-lama menikmati suasana, tetapi cuaca mulai gerimis dan berpotensi hujan lebat. Saya harus segera turun karena jalanan menuju ke bawah sangat sulit, curam, dan penuh lubang. Terlalu beresiko kalau saya pulang terlalu larut malam.
Hal unik sekaligus paling mendebarkan dari seluruh perjalanan ini terjadi saat saya dalam perjalanan pulang. Saya hampir tersesat di sebuah pertigaan jalan yang gelap. Kondisi jalan sudah mulai samar-samar akibat hujan lebat yang mengguyur, membuat jarak pandang saya sangat terbatas.
Tidak ada satu pun petunjuk arah yang terlihat. Mencari bantuan pun mustahil; hujan deras membuat jalanan sepi, dan semua orang berlindung di dalam rumah. Saya benar-benar kebingungan menentukan arah pulang. Keadaan semakin runyam ketika saya menyadari bahwa sinyal ponsel sama sekali tidak tersedia untuk membuka Google Maps.
Kekhawatiran mulai memuncak. Jika salah mengambil jalan, alih-alih sampai di rumah, saya bisa-bisa malah tersesat mengelilingi Gunung Wilis tanpa ujung. Perjalanan yang seharusnya singkat bisa berubah menjadi malapetaka. Ketakutan dan ketidakpastian menyelimuti malam itu. Hujan lebat ditambah kesunyian malam yang mencekam membuat pikiran saya dipenuhi berbagai prasangka.
Di tengah kebingungan yang tak berujung, saya memutuskan untuk mengambil jeda sejenak. Saya menepi dan beristirahat di sebuah masjid terdekat. Di sana, saya menenangkan diri, menunaikan salat Isya, sambil kembali mencari solusi. Saya mencoba memprediksi arah yang harus diambil, mencoba mengingat peta jalan, bahkan kembali membuka Google Maps—meski tanpa sinyal—hanya untuk memvisualisasikan kemungkinan rute.

Setelah pikiran saya kembali jernih, saya membulatkan tekad untuk melanjutkan perjalanan, memilih arah belok kanan dari pertigaan jalan tersebut. Rute masih berkelok-kelok, namun syukurlah, tak lama kemudian saya berhasil sampai di jalan utama yang lebih besar dan terang.
Pelajaran Berharga
Dari pengalaman hampir tersesat ini, saya memetik pelajaran yang sangat berharga:
Ketika dihadapkan pada kebingungan dan ketidakpastian dalam perjalanan hidup—atau di jalan sesungguhnya—sangat penting untuk mengambil jeda. Beristirahat sejenak membantu kita menenangkan diri dan menjernihkan pikiran. Tindakan ini memungkinkan kita untuk berpikir secara rasional, bukan hanya digerakkan oleh perasaan, ketakutan, dan kecemasan semata.
Itulah sedikit cerita saya kali ini, terima kasih sudah membaca sampai habis. Semoga ada hal yang bermanfaat yang bisa temen-temen ambil. Sukses untuk Anda semua dan see you on the top..
 
             
                                             
                                            
