Stop Overthinking! Menulis Tanpa Terjebak Ekspektasi Kesempurnaan, Supaya Bisa Konsisten Setiap Hari
“Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri”. – J.K. Rowling
Seringkali, setiap kali saya menulis, pikiran saya melayang terlalu jauh. Saya selalu berharap tulisan saya harus sempurna. Hal ini sebenarnya tidak salah, karena kita ingin menyajikan karya terbaik untuk pembaca. Jika tulisan kita bagus, tentu akan lebih dicari oleh audience. Namun, ekspektasi yang berlebihan ini justru sering membuat saya malah tidak jadi menulis. Alih-alih mulai menulis, saya justru terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan di dalam kepala:
“Eh, kalau saya nulis ini, nanti hasilnya gimana?”
“Eh, kalau saya terusin kalimat ini, pembaca bisa paham nggak sih?”
“Kalau saya membahas tema ini, terlalu berat nggak?”
“Habis kalimat/tuisan ini, apa lagi ya biar nggak monoton?”
Pikiran-pikiran seperti ini seringkali membuat saya ragu dan akhirnya tidak menghasilkan apa-apa. Padahal, menulis seharusnya dimulai dulu, baru kemudian diperbaiki. Tapi, karena terlalu takut tidak sempurna, saya malah terjebak dalam overthinking dan tidak pernah memulai.
Ujung-ujungnya, saya malah bingung sendiri dan tulisan pun nggak jadi-jadi. Semuanya cuma berhenti di angan-angan, nggak pernah terealisasi dalam bentuk tulisan.
Nah, ini nih yang menurut saya keliru. Berekspektasi sempurna sebelum menulis itu sebaiknya dihindari biar kita bisa langsung action dan menuangkan semua ide yang ada di otak. Masalah tata bahasa yang masih berantakan atau alur tulisan yang mocar-macir? Itu bisa diatur belakangan pas proses editing, asalkan semua ide udah keluar dan tertuang dalam tulisan.
Padahal, kalau sistemnya dibuat kayak gini, kita bisa lebih leluasa menuangkan ide-ide yang terus mengalir tanpa terbebani sama tuntutan kesempurnaan. Toh, nanti semua bisa diperbaiki pas proses editing. Yang penting, pesan atau inti dari tulisan kita udah tersampaikan.
Memang nggak gampang sih buat menulis dengan sistem kayak gini. Meskipun udah sering saya coba, tetap aja kadang saya masih keteteran dan susah buat menghasilkan karya. Ini jadi poin penting sekaligus tantangan pribadi buat saya: belajar menulis tanpa takut tidak sempurna.
Mengendurkan tuntutan kesempurnaan di awal saat menulis bisa membuat kita lebih terbuka dengan ide-ide yang tiba-tiba muncul di otak. Masalahnya, kadang kita jadi nggak fokus pada satu ide untuk dibahas secara panjang dan mendalam. Tapi, ini justru bisa jadi keuntungan, karena kita bisa mengeksplorasi banyak sudut pandang dan ide yang mungkin nggak terpikirkan sebelumnya.
Nah, kenapa hari ini saya memilih menulis tentang tema ini?
Karena selama 3 hari terakhir, saya benar-benar struggle dalam menulis. Saya bahkan berhenti membuat konten untuk blog pribadi saya. Padahal, saya punya impian bisa memposting satu artikel setiap hari.
Akhirnya, saya sadar bahwa kesalahan saya adalah terlalu mengejar kesempurnaan di awal saat menulis. Alhasil, produktivitas saya menurun drastis, bahkan nggak bisa posting sama sekali. Penyebabnya? Saya terlalu memikirkan tema atau topik yang harus terlalu dalam dan sempurna.
Padahal, saya percaya bahwa dengan menulis setiap hari dan fokus pada kuantitas, secara perlahan kualitas tulisan saya juga akan membaik. Memang nggak mudah sih untuk tetap produktif menulis setiap hari. Tapi, kalau nggak dipaksakan, ya nggak akan pernah bisa. Makanya, saya berusaha untuk menulis setiap hari, meskipun itu hal-hal sepele. Karena saya yakin, konsistensi adalah kunci untuk berkembang.
Jadi, kesimpulannya begini
Menulis adalah proses yang seharusnya dimulai dengan menuangkan ide-ide secara bebas, tanpa terbebani oleh tuntutan kesempurnaan di awal. Ekspektasi berlebihan terhadap hasil tulisan yang sempurna justru sering menjadi penghalang, membuat kita terjebak dalam overthinking dan akhirnya tidak menghasilkan apa-apa. Padahal, menulis itu seperti mengalirkan air—biarkan ide mengalir dulu, baru kemudian diperbaiki saat proses editing.
Kesempurnaan dalam menulis bukanlah sesuatu yang harus dicapai sejak awal, melainkan hasil dari proses berulang dan konsistensi. Dengan fokus pada kuantitas terlebih dahulu, kualitas tulisan akan perlahan membaik seiring waktu. Tantangan terbesar adalah melawan rasa takut tidak sempurna dan memaksa diri untuk tetap produktif, meskipun hanya menulis hal-hal kecil setiap hari.
Kuncinya adalah konsistensi. Menulis setiap hari, sekalipun itu hal sepele, akan membentuk kebiasaan dan membantu kita berkembang. Jadi, mari mulai menulis tanpa takut tidak sempurna, karena kesempurnaan itu bisa dibangun perlahan, bukan diciptakan dalam sekali duduk.