web counters
Awal, Mulai Latihan GYM
Stories

Awal, Mulai Latihan GYM

Hari itu, saya lagi beristirahat di pinggir kolam renang. Tiba-tiba, datang seorang bapak-bapak bertubuh kekar, dengan tato di lengan kanannya. Jujur, kesan pertama saya agak negatif. Dalam hati muncul pikiran aneh: “Jangan-jangan ini preman.” Maklum, tampangnya cukup sangar. Kita sering menilai dari penampilan dulu, kan?

Tapi dugaan saya langsung buyar waktu beliau menyapa,

“Lagi program gedein badan, ya, Mas?”

Nada suaranya hangat dan sopan. Saya pun spontan menjawab.
“Enggak, Pak. Cuma pengin bisa berenang aja. Soalnya sampai sekarang belum bisa, hehe.”

Beliau tertawa kecil.

“Oh, saya kira mau naikan berat badan. Soalnya badan Sampean kurus, Mas.”

“Iya, Pak. Memang pengin sih punya badan lebih berisi, tapi belum tahu caranya.”

“Sudah pernah coba gym belum?”

“Belum pernah, Pak. Pengen sih, tapi bingung mulai dari mana.”

Pak Doni—begitu saya panggil beliau—lalu menjelaskan panjang lebar. Katanya, kalau mau naik berat badan, nggak cukup cuma makan banyak dan minum susu. Harus diimbangi dengan latihan. Minimal makan enam kali sehari dan fokus ke makanan tinggi protein seperti tahu, tempe, dan dada ayam.

“Biar yang naik ototnya, bukan lemaknya,” katanya mantap.

Duar! Ucapannya seperti tamparan lembut. Rasanya kayak dapat pencerahan yang selama ini saya cari. Selama ini saya sibuk mencari cara instan buat naik berat badan, tapi ternyata konsepnya sederhana banget: makan cukup dan latihan rutin.

Sejak dulu, berat badan saya memang mentok di angka 53 kg. Dengan tinggi badan 174 cm, idealnya saya ada di kisaran 65 kg. Nggak heran kalau banyak yang bilang saya terlalu kurus.

Setelah pertemuan itu, saya mulai nekat buat nyoba gym. Empat kali seminggu, saya paksakan diri datang ke tempat latihan. Awalnya berat banget, terutama buat orang yang kerja di depan laptop seharian. Tubuh kaku, gampang capek, dan rasanya semua otot protes.

Hari pertama, angkat beban 10 kg aja udah kayak ngangkat galon penuh dua biji. Besoknya? Badan rasanya kayak habis digebuki.

Tapi seiring waktu, badan mulai adaptasi. Nafsu makan meningkat, tidur lebih nyenyak, dan yang paling penting — saya mulai menikmati prosesnya. Tubuh terasa lebih segar dan pikiran juga lebih jernih.

Dari pengalaman ini, saya belajar satu hal penting: komitmen dan konsistensi adalah segalanya.

Nggak cukup cuma rajin latihan, tapi juga harus disiplin soal makan. Karena program saya mass gain, saya harus makan enam kali sehari. Kedengarannya enak, tapi prakteknya susah banget. Kadang lupa, kadang males.

Dan saya sadar, orang yang kerja di depan laptop kayak saya ini memang cenderung punya nafsu makan rendah. Pikiran yang sibuk ternyata juga butuh energi besar, tapi tubuh sering diabaikan. Akibatnya, badan jadi kurus dan gampang lelah.

Dari sinilah saya mulai benar-benar paham bahwa tubuh sehat adalah aset paling berharga. Kita bisa kerja keras, punya banyak ide, atau ambisi besar — tapi semua itu nggak ada artinya kalau tubuh kita gampang tumbang.

Sakit memang nggak bisa dihindari, tapi menjaga tubuh agar tetap prima adalah pilihan yang bisa kita perjuangkan setiap hari. Mulai dari hal sederhana: makan teratur, olahraga rutin, dan tidur cukup.

Pertemuan tak terduga dengan Pak Doni di pinggir kolam renang itu ternyata jadi titik balik buat saya. Siapa sangka, obrolan singkat bisa mengubah cara pandang saya tentang tubuh, hidup sehat, dan komitmen pada diri sendiri.

Baca juga : Olahraga Itu Nggak Cuman Sehat, Tapi Juga Bikin Hidup Lebih Bahagia

Dan mungkin, seperti kata banyak orang, kalau kita sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, semesta punya cara untuk mempertemukan kita dengan jalannya.

Terima kasih sudah membaca sampai habis, sukses untuk Anda semua dan see you on the top…

0Shares