Pengeluaran Lebih Besar dari Pada Penghasilan, Bahkan Bisa Minus! Kok Bisa?
Beberapa bulan terakhir, saya mulai merasa ada yang janggal dengan kondisi keuangan pribadi saya. Setelah saya cek ulang melalui catatan keuangan, ternyata laporan saya “merah” — pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Jujur, saya cukup kaget. Dalam hati bertanya, “Kok bisa ya sampai segini?”
Saya pun mulai merenung. Kalau pola ini terus saya biarkan, cepat atau lambat hidup saya pasti jadi lebih rumit. Maka dari itu, saya ambil jeda untuk introspeksi, mencari tahu di mana letak kesalahan, dan mulai merencanakan perbaikan.
Untungnya, selama ini saya terbiasa mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran lewat aplikasi keuangan pribadi. Dari sana saya bisa menganalisis ke mana saja uang saya mengalir.
Ternyata, pengeluaran terbesar berasal dari hal-hal tak terduga: biaya berobat saat sakit, servis motor yang tiba-tiba rusak, dan kebutuhan mendadak lainnya. Semua itu muncul di luar rencana dan tentu saja di luar kontrol.
Tapi saya tahu, saya bukan satu-satunya yang mengalami ini. Banyak orang juga pernah, bahkan sering, menghadapi situasi serupa, di mana penghasilan terasa tidak cukup, bahkan minus.
Dari berbagai literasi keuangan yang saya baca, saya semakin sadar: persoalan keuangan itu bukan cuma soal berapa besar uang yang kita hasilkan, tapi lebih pada seberapa bijak kita mengelolanya.
Kita bisa saja punya penghasilan besar, bahkan miliaran, tapi kalau gaya hidup boros dan tak terkontrol, ya tetap saja akan habis. Sebaliknya, dengan penghasilan sederhana misalnya setara UMR kalau dikelola dengan baik, bisa cukup, bahkan berkembang.
Maka dari itu, saya mulai melakukan satu langkah kecil tapi penting: menyisihkan dana untuk masa depan, khususnya dana pensiun. Tujuan saya sederhana, agar kelak bisa mencapai financial freedom.
Baca juga : Cara Cerdas Mengelola Keuangan supaya Habis Gajian nggak Langsung Hilang
Untuk instrumen investasi, saya memilih reksadana dengan risiko rendah, yang rata-rata memberikan return sekitar 4–5% per tahun. Bagi saya, ini sudah cukup stabil dan aman untuk jangka panjang.
Saya berfikiran seperti ini : kalau kita punya dana investasi sebesar Rp500.000.000, dengan return 5% per tahun, kita bisa menghasilkan Rp25.000.000 setahun. Itu sekitar Rp2 juta per bulan, sudah cukup nyaman, apalagi seperti saya ini tinggal di desa.
Dari pengalaman pribadi yang saya ceritakan sebelumnya, saya jadi semakin sadar bahwa mengelola keuangan dengan bijak itu bukan pilihan, tapi kebutuhan. Hidup ini bukan cuma soal mencari uang sebanyak-banyaknya, tapi juga soal bagaimana kita bisa menyusun strategi untuk mempertahankan dan menumbuhkan uang yang sudah kita dapat.
Salah satu caranya adalah dengan membagi penghasilan ke dalam beberapa portofolio investasi. Karena kalau semuanya hanya ditaruh di rekening tabungan biasa, tanpa disadari nilainya terus menyusut dari tahun ke tahun akibat inflasi.
Fakta di lapangan, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terlalu aware soal pentingnya investasi. Banyak yang masih berpikir, “Nabung aja udah cukup.” Padahal dalam jangka panjang, tabungan tanpa perencanaan dan pertumbuhan justru bisa jadi jebakan keuangan.
Padahal sekarang, berinvestasi jadi jauh lebih mudah. Hanya lewat satu aplikasi saja, kita sudah bisa mengakses berbagai jenis instrumen—mulai dari saham, emas, hingga reksadana. Semuanya bisa dilakukan langsung dari ponsel, kapan pun, di mana pun.
Dalam kasus saya sendiri, saya memilih menggunakan aplikasi Bibit untuk mulai belajar dan menyisihkan sebagian penghasilan ke reksadana. Aplikasi ini menurut saya cocok untuk pemula karena fiturnya simpel, dan kita bisa mulai hanya dengan Rp10.000. Saat ini saya masih fokus di reksadana, sambil pelan-pelan memahami lebih dalam.
Sedangkan untuk investasi saham, saya lebih nyaman menggunakan aplikasi Ajaib, karena tampilannya yang lebih mudah dipahami, baik dari sisi grafik maupun analisis laporan keuangan.
Yang penting bukan mulai dengan nominal besar, tapi mulai dengan konsisten.
Seringkali orang menunda investasi karena merasa penghasilannya belum cukup. Padahal justru sebaliknya: berinvestasilah sebelum mapan, agar bisa mencapai kemapanan.
Investasi itu bukan soal siapa yang punya uang lebih dulu, tapi siapa yang lebih dulu paham bahwa waktu adalah aset paling berharga dalam dunia finansial.
Itulah yang sedang saya bangun sekarang kebiasaan untuk menyisihkan dan menumbuhkan uang, demi satu tujuan: financial freedom. Saya ingin suatu hari nanti, uang bisa bekerja untuk saya, bukan sebaliknya.
Dan satu pelajaran paling penting yang ingin saya bagikan ke temen-temen semua, dari cerita saya ini adalah :
“Jangan tunggu punya uang banyak baru belajar mengelola. Belajarlah dari sekarang, dengan penghasilan berapa pun. Karena mengatur keuangan bukan soal nominal, tapi soal mindset dan kedisiplinan.”
Oh iya, buat teman-teman yang tertarik mulai belajar investasi seperti saya, aplikasi Bibit dan Ajaib bisa langsung kamu download di Google Play Store atau App Store, ya. Dua aplikasi ini cukup user-friendly, cocok banget buat pemula yang mau mulai pelan-pelan membangun kebiasaan berinvestasi.
Dan kalau berkenan, saat daftar kamu bisa masukkan kode referral saya berikut ini. Hehe, hitung-hitung saling support, ya! Biasanya juga ada bonus menarik buat kamu yang pakai referral.
- Ajaib : wild1202639555
- BiBit : wildanasrori
Sekian dulu dari saya, terima kasih sudah membaca sampai habis. Semoga bermanfaat, sukses untuk Anda semua dan see you on the top…