Lho, Tabungan Saya Tinggal Segini?
Kali ini saya ingin bercerita sekaligus sharing dari pengalaman hidup yang sudah saya jalani terkait keuangan.
Dimana sempat di suatu titik dalam hidup, saya membuka rekening dan terdiam. Tabungan yang sebelumnya saya kira masih aman-aman saja, ternyata sudah hampir habis. Padahal belum ada pengeluaran besar, dan gaya hidup saya pun jauh dari kata mewah.
Saya bukan tipe orang yang suka foya-foya. Belanja barang branded? Nggak pernah. Pakaian saya bisa dihitung usianya, ada yang bahkan dibeli dua tahun lalu dan masih saya pakai sampai sekarang. Makan di luar dan nongkrong bareng teman pun bisa di bilang sedikit banget. Kalau dihitung, pengeluaran untuk itu semua paling cuma 4%–6% dari gaji.
Baca juga : Menabung itu adalah Pecundang! Tidak Bikin Makin Kaya, Malah Jadi Sengsara!
Tapi, yang jadi pertanyaan kenapa tabungan tetap menipis?
Setelah saya telusuri, ternyata pengeluaran mendadak dan tak terduga jadi penyebab utama. Mulai dari keluarga sakit, kendaraan rusak, ada teman atau kerabat dekat butuh pinjaman mendesak, sampai urusan kecil, yang kalau ditotal ternyata lumayan juga. Hal-hal seperti ini sering datang tiba-tiba, dan efeknya cukup besar: bisa menggerus sampai 60–80% dari penghasilan saya per bulannya. Dan ini bukan terjadi sekali dua kali, tapi berulang kali.
Padahal Sudah Rajin Mencatat Keuangan
Yang bikin makin heran, saya ini termasuk orang yang cukup disiplin soal keuangan. Semua pemasukan dan pengeluaran saya catat, dalam aplikasi. Bahkan pengeluaran bayar parkir hanya 2.000, tetap saya catat.
Tapi ya gitu, meskipun sudah dicatat, tetap selalu ada yang “bocor halus” di keuangan saya. Dana darurat seringkali harus dikorbankan untuk kebutuhan-kebutuhan yang muncul mendadak. Rasanya seperti menambal lubang, tapi lubang baru selalu muncul di sisi lain.
Saya mulai berpikir, “Apa cuma saya yang ngalamin ini? Atau banyak orang juga merasakan hal yang sama?”
Dan ternyata, setelah ngobrol dengan beberapa teman, mereka juga mengalami pola yang mirip. Bahkan, saya bisa mengambil kesimpulan ini di alami oleh banyak orang.
Ada pemasukan tetap, tapi pengeluaran fluktuatif. Kadang kecil, kadang besar, kadang malah lebih besar dari yang diterima. Siklus ini bikin banyak orang hidup dari gaji ke gaji. Dan kalau ada satu masalah keuangan kecil saja, efeknya bisa berantai ke seluruh aspek kehidupan.
Baca juga : 5 Aplikasi Pengatur Keuangan Pribadi Gratis di Android
Bekerja Keras Tapi Masih Kurang? Ada Apa?
Jujur saja, saya dan kamu pasti setuju, bahwa kita ini bukan orang malas.
Kita pekerja keras, bahkan sering lembur, rela nggak jajan, rela nggak liburan, demi satu tujuan: stabil secara finansial.
Tapi realitanya, masih saja banyak dari kita yang merasa kurang. Rasanya kesejahteraan itu semakin jauh, padahal kita sudah berusaha sedemikian rupa. Dari ini kita pu bertanya, “Apa yang salah dari diri kita?”
Lalu saya mencoba melihat ke sisi lain, kehidupan orang-orang kaya justru semakin stabil dan naik. Aset mereka bertambah, bukan berkurang. Kesejahteraan hidup mereka semakin terjamin. Sementara berbeda jauh dengan, kelas menengah ke bawah, rasanya terasa makin berat menjalani kehidupan yang makin kesini makin menekan.
Saya mulai sadar: ini bukan soal malas atau rajin. Tapi soal sistem, ilmu, dan kebiasaan kelola uang yang berbeda.
Belajar, Literasi Finansial
Akhirnya saya memutuskan satu hal penting: saya harus belajar soal keuangan. Karena dulu saya berfikir, uang hanyalah alat beli atau alat tukar. Saya menyepelekan definisi tentang uang.
Saya belum bisa melihat uang secara luas, bukan cuman dari fungsi saja. Dulu, saya berfikir bahwa kita cukup bekerja untuk mencari uang habis itu di tabung, tapi ternyata setelah kesini hal yang saya lakukan adalah salah besar. Inilah kesalahan besar saya.
Maka dari itu saya mulai merubah mindset finansial secara utuh. Saya mulai membeli buku-buku seperti:
- The Psychology of Money – untuk memahami perilaku manusia terhadap uang,
- Rich Dad Poor Dad – untuk membandingkan pola pikir kaya dan miskin,
- Why the Rich Are Getting Richer – untuk melihat bagaimana sistem ekonomi saat ini bekerja.
Buku-buku ini membuka mata saya bahwa cara kita memperlakukan uang itu sangat menentukan masa depan. Ternyata uang bukan hanya soal angka atau alat tukar, tapi soal cara berpikir, keputusan kecil yang diambil setiap hari, dan kemampuan untuk menunda kesenangan demi tujuan jangka panjang.
Baca juga : Mengapa Keuangan Tidak di Ajarkan, di Dunia Pendidikan?
Kenapa Ini Harus Mulai Saya Perjuangkan?
Karena saya sadar, kalau saya tidak mengubah cara saya mengelola keuangan sekarang, maka saya akan terus terjebak dalam siklus yang sama. Pendapatan tetap, pengeluaran tidak bisa dikendalikan, dan tabungan selalu terancam habis.
Apalagi di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu, inflasi yang terus naik, harga kebutuhan pokok merangkak, dan lapangan pekerjaan semakin ketat, semuanya bisa memperburuk keadaan.
Saya tidak ingin 10 tahun ke depan masih mengeluh soal keuangan yang bocor. Saya memiliki impian kedepan bisa bebas finansial. Dimana ingin hidup lebih tenang, punya simpanan, punya investasi, dan bisa membantu orang lain tanpa harus merasa terancam secara finansial.
Penutup : Ini Sebuah Perjalanan
Jujur saja, ini memang tidak mudah, perlu proses untuk mencapai bebas finansial. Tapi, setidaknya hari ini saya mulai belajar soal keuangan, melihat definisi uang yang lebih luas sehingga bisa lebih bijaksana.
Sekarang saya tahu bahwa menyalahkan keadaan tidak akan menyelesaikan masalah. Kita perlu ilmu, kebiasaan baru, dan kesabaran untuk membangun fondasi finansial yang kokoh.
Saya masih belajar. Dan saya rasa, banyak di antara kita juga sedang dalam fase yang sama.
Semoga kita semua bisa menjadi lebih bijak dalam mengelola keuangan, bukan hanya demi diri sendiri, tapi juga demi orang-orang yang kita cintai.
Terima kasih sudah membaca sampai habis, sukses untuk Anda semua dan see you on the top…