web counters
Stories, Travel

Touring Sendirian : Dari Madiun – Malang ke Gunung Bromo

Ini adalah pengalaman pertama saya touring motor sendirian dengan jarak yang cukup jauh dari rumah di Madiun. Rute yang saya tempuh adalah Madiun–Malang, sekitar 186 km dengan waktu tempuh normal 4–5 jam.

Bagi saya, pengalaman solo riding ini sangat berharga. Ini bukan sekadar perjalanan, tapi langkah awal untuk memulai petualangan baru—menjelajahi berbagai destinasi di Indonesia.

Kalau sedikit flashback, dulu saya termasuk orang yang paling malas bepergian jauh naik motor. Saya lebih suka naik transportasi umum atau mobil kalau jaraknya jauh. Rasa capek, udara dingin, panas matahari, sampai hujan selalu jadi alasan kenapa saya ragu buat touring menggunakan motor.

Sampai akhirnya, saya menemukan sebuah kutipan yang mengubah cara pandang saya:

Uang masih bisa dicari, tapi waktu dan tenaga tidak mungkin bisa terulang kembali.

Dari situ saya memutuskan untuk mulai “melihat dunia” lewat perjalanan motor—menikmati setiap cerita, sensasi, dan kejutan di sepanjang jalan.

Saya berangkat dari Madiun sekitar pukul 8 malam. Isi bensin pertama Rp45.000, pakai Pertamax. Rutenya: Madiun – Nganjuk – Kediri – Batu – Malang.

Karena solo riding, saya bisa bebas menentukan tempo perjalanan. Mau berhenti kapan pun, istirahat berapa lama pun, semua terserah saya. Mungkin itu juga sebabnya saya baru sampai di Malang sekitar pukul 2.30 dini hari—perjalanan santai penuh jeda.

Sekitar pukul 21.30, saya berhenti sejenak untuk istirahat dan ziarah di makam Syech Shuluqi di Wilangan, Nganjuk. Beliau adalah murid Sunan Ampel yang pernah ditugaskan mencari logistik pembangunan Masjid Demak, namun wafat di perjalanan dan dimakamkan di sana. Syech Shuluqi juga dikenal sebagai tokoh penyebar Islam di Jawa Timur, terutama di wilayah Nganjuk.

Setelah ziarah, saya lanjut jalan sekitar pukul 22.30. Malam itu begitu sunyi, udara dingin menemani perjalanan saya di jalanan sepi.

Hal menarik terjadi saat saya melintasi kawasan hutan di Kota Batu. Di jalan berkelok itu, saya melihat seorang pengendara yang motornya mogok—Honda PCX. Saya pun menghampirinya. Namanya Mas Dani, asli Jombang tapi sekarang kerja dan tinggal di Malang. Ternyata motornya nggak bisa nyala karena aki tekor.

Saya coba bantu dorong, tapi ternyata berat juga. Jalannya menanjak, dan Mas Dani pun badannya lumayan berisi 😅. Akhirnya kami tukar posisi—dia yang dorong, saya di atas motor. Pelan-pelan kami dorong motor itu sampai ke daerah yang lebih ramai.

Singkat cerita, kami akhirnya tiba di Kota Malang. Karena tujuan kami berbeda, kami pun berpisah di sana. Untungnya, ada mobil pickup lewat yang kemudian membantu Mas Dani mengangkut motornya. Memang di setiap perjalanan banyak hal yang tidak terduga, dan memang inilah cerita yang menurut saya begitu berharga.

Saya sendiri tiba di kos teman sekitar pukul 3.30 pagi. Setelah istirahat sebentar, saya lanjut ke Gunung Bromo untuk menikmati sunrise dari ketinggian.

Ketika Sunrise di Bromo Tak Terlihat

Parkiran Masuk Gunung Bromo dari Gubugklakah

Perjalanan kami berlanjut hingga tiba di Gunung Bromo sekitar pukul 5 pagi. Namun, sesampainya di sana, cuaca tidak bersahabat. Gerimis turun, kabut tebal menyelimuti, dan langit tertutup awan gelap. Keinginan untuk melihat sunrise dari ketinggian pun harus pupus.

Karena memang sedang musim hujan, kabut tebal hampir selalu muncul di pagi hari. Gunung Bromo yang terkenal dengan pemandangannya yang megah pun tak terlihat sama sekali. Hanya abu-abu yang tampak di kejauhan.

Kami akhirnya memutuskan untuk beralih ke Danau Ranu Pani, yang masih satu jalur dengan kawasan Bromo. Dan ternyata, keputusan itu sama sekali tidak salah.

Pemandangannya benar-benar indah—seperti surga kecil yang tersembunyi di antara pegunungan. Udara segar, dan suasananya masih sangat alami.

Saya menghabiskan banyak waktu di sana hanya untuk duduk, ngobrol, dan menikmati suasana. Tentu saja, sambil mengabadikan momen lewat foto dan video. Supaya kamu ada gambaran suasanya, bisa nonton video saya di bawah ini ya.

Saran saya, kalau kamu ingin berwisata di gunung bromo pada saat musim kemarau ya. Jangan musim penghujan, akan sulit mendapatkan view gunung bromo yang cantik. Tapi, kalau kamu ingin sekedar ngadem aja, gunung bromo menjadi pilihan yang tepat. Nggak cuman itu di sepanjang perjalanan kamu bakal di suguhi pemandangan yang nggak kalah cantiknya juga kok.

Perjalanan pertama ini bukan hanya tentang jarak yang ditempuh, tapi tentang keberanian memulai sesuatu yang dulu saya hindari. Dari sini saya banyak belajar, bahwa setiap perjalanan selalu punya ceritanya sendiri — dan semuanya dimulai dari satu keputusan sederhana: berangkat

Terima kasih sudah membaca cerita saya kali ini. Semoga ada hal bermanfaat yang bisa kamu ambil. Sukses untuk Anda semua dan see you on the top… 

0Shares